Langsung ke konten utama

Postingan

Ternyata bekerja di kota santai semacam Solo tidak semenyenangkan yang dibayangkan. Masih bekerja di penerbitan setelah pindah dari penerbit kasta pertama di Jakarta menuju penerbit kasta kedua di Solo kupikir akan lebih terasa mudah. Tapi ternyata itu hanya angan-angan belaka. Banyak praktik kerja paksa yang mungkin malah menjadi hal yang normal-normal saja di sini. Tidak seperti di Jakarta yang berada pada kontrol penuh. Di Solo banyak penerbit yang masih dalam kasta kedua, ketiga, atau keempat banyak melakukan penyelewengan. Hak cuti tidak ada, selamanya pegawai kontrak, gaji di bawah umk, phk semaunya, bahkan jam lembur yang cenderung tidak manusiawi. Hal terakhir yang saya sebut itu baru saja menimpa diri saya dan teman-teman sekantor. Mari membayangkan WAJIB lembur dari senin sampai sabtu SELAMA TIGA JAM dalam tempo SEBULAN PENUH. Apakah manusiawi memberlakukan jam kerja selama 11 jam sehari selama sebulan penuh? Kami bukan sapi perah yang boleh diperah kapan saja pengusaha mau.
Postingan terbaru

aku seorang kapiten

bentar ya suatu saat yang kutulis bukan sampah kok yakin deh.... beneran. pertama kali ini dulu aja ya. beneran lain kali akan aku sambung dengan tulisan-tulisan yang setidaknya menurutku bernas. beberapa tulisan yang mungkin memang akan mencari rumahnya sendiri. yuk mari. mari yuk.